Senin, 16 Maret 2015

ANGKRINGAN, CERET ANGKRINGAN

Ceret Angkringan

gerobak angkringspesifikasi ceret angkringan : 

ukuran  : Diameter 23 cm
volume : 4 dan 6 liter.
bahan   : stenlis 
harga    : 85 dan 125 rb


Ceret Angkringan Khas ini berbentuk sangat khas dan hanya di produksi di sekitar Klaten, Jogja dan Solo saja, ini disebabkan karena memang kebutuhan akan ceret jenis ini banyak di daerah ini saja. Ceret Angkringan ini biasanya terbuat dari bahan galvanis dan stanlis steel. bahan stenlis dipakai untuk meningkatkan daya tahan ceret karena terus menerus di bakar. sehingaa walaupun harga ceret angkring sedikit lebih tinggi biasanya para pemakai lebih memilih bahan stenlis ini. Angkringan, Warung Koboi, Kucingan, atau Cafe Ceret Telu demikian orang menamai tempat ini. Apapun istilahnya tetapi maksudnya sama yakni warung makan yang “berwujud” grobak kayu berisi aneka makanan dan tiga buah ceret, beratap tenda plastik warna oranye atau biru yang dikelilingi kursi kayu panjang dan diterangi lampusenthir (lampu minyak).
gerobak nasi kucing 
Gerobak berfungsi sebagai meja makan sekaligus etalase yang mendisplay beraneka macam makanan mulai dari gorengan seperti tempe dan tahu goreng, timus, serta bakwan hingga nasi kucing yaitu nasi sebesar gengaman tangan dengan lauk sambal, bihun maupun oseng-oseng buncis atau tempe. Tidak ketinggalan wedhang atau minuman seperti teh, kopi, jahe jeruk dan susu. Adapun menu “istimewa” dan terbilang mewah yang dapat dijumpai di angkringan misalnya ayam bacem, ceker ayam, sate ati dan sate usus. Melihat dari menu yang disajikan tentu yang tersaji di sini bukan makanan layaknya hidangan di restoran kelas atas. Tempe, timus serta ceker maupun wedang jahe merupakan gambaran dari mana angkringan berasal. Demikianlah kombinasi antara makanan dan minuman rakyat desa ini tersaji di kota-kota melalui warung angkring. Soal setting tempat dan properti warung ini sederhana saja cukup sepetak lahan kosong atau tempat yang agak lapang seperti trotoar. Sedangkan untuk properti cukup gerobak kayu, kursi, lampu senthir, ceret telu serta tenda. Tidak perlu ruangan khusus ataupun seperangkat sound sistem dan tata lampu yang mutakhir. Ini menunjukkan adanya nilai kesederhanaan di warung angkringan tersebut.

lihat juga cara buat wedang jahe
                cara buat teh nikmat

 peluang usaha
Soal harga boleh diadu, angkringan menyediakan berbagai macam makanan yang murah meriah. Untuk makanan ringan seperti gorengan dibandrol Rp500,-sedangkan untuk minuman harga berkisar antara Rp1500,- hingga Rp2000,-. Uang seribupun cukup untuk membayar sebungkus nasi kucing. Harga-harga tersebut telah dihitung lengkap dengan pelayanan, tidak perlu tambah untuk tip ataupun PPN. Untuk sekali makan plus minum paling banter seseorang akan merogoh kocek sebesar limaribu rupiah.
Angkringan yang menjamur di Jogjakarta dan beberapa kota besar lainnya merupakan salah satu potret mobilitas orang desa ke kota. Angkringan yang notabene merupakan sajian desa namun keberadaannya dapat diterima di kota seperti Jogja dan Solo terbukti dengan populernya angkringan di kota-kota tersebut. Sejarah angkringan di Jogjakarta merupakan sebuah romantisme perjuangan menaklukan kemiskinan. Angkringan sangat mudah di temui bahkan hingga gang-gang kecil sekalipun. Hal ini menunjukkan adanya nilai historis yang ada di warung angkringan.
Boleh jadi angkringan sangat cocok untuk kaum marjinal berkantung cekak yang “beranggotakan” sebagian mahasiswa, tukang becak dan buruh maupun karyawan kelas bawah. Meskipun saat ini hal tersebut tidak lagi berlaku mutlak. Kini banyak pula orang-orang yang sebenarnya mampu jajan di restoran ikut ngangkring. Peminat angkringan pun bukan lagi kaum marjinal yang sedang dilanda kesulitan keuangan semata namun juga orang berduit yang bisa makan lebih mewah di restoran.
Angkringan paling mudah dijumpai di daerah-daerah sekitar kampus. Alasannya jelas, yaitu kehadiran mahasiswa-mahasiswa yang mengundang para pengusaha angkringan untuk membuka usahanya di sekitar kampus. Hanya dengan gerobak yang diterangi lampu minyak, angkringan menjadi tempat favorit untuk sekedar makan dan bertukar pikiran. Meskipun menu Angkringan sangat sederhana, antusias masyarakat Yogyakarta untuk menimatinya seperti tak pernah surut.
usaha kecil
Penikmat angkringan dari semua segmen menjadi sebuah ciri khas kebersamaan dan interaksi sosial yang erat. Angkringan tradisional menjadi simbol ekonomi kerakyatan dan kultur kebersamaan yang dibangun spontan. Disinilah terkandung nilai ekonomi dan kebersamaan atu social. Fenomena angkringan merupakan kultur urban yang berkembang jauh sebelum muncul kafe-kafe. Ketertarikan konsumen dengan angkringan bukan karena makanan namun lebih pada menikmati suasana santai, informal, dan bebas. Penikmat bebas membicarakan apa saja diangkringan dengan berbagai keterbatasan seperti ciutnya tempat, sehingga berdesak-desakan dan sebagainya. Kini, Angkringan telah menjadi icon Kota Yogyakarta. Fenomena ini menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan domestik, bahkan mancanegara untuk datang ke Yogyakarta.
Sepintas ketika kita melihat Angkringan, mungkin hanya sekedar lingkungan transaksi jual beli saja. Ada penjual ada pembeli, aku jual kamu beli, transaksi ekonomi biasa, dan sejenisnya. Tapi kalo kita bisa melihat lebih jauh, sebenarnya tidak hanya sebatas itu saja. Ternyata ada sebuah nilai-nilai kultural yang sangat berharga di dalam ekosistem tersebut.
Angkringan ini tidak hanya sekedar menjual “kopi jos”, gorengan atau “sego kucing”. Disamping kenyamanan dan lingkungan yang “jogja banget”, ada yang lebih dari itu yaitu nilai-nilai kultural yang terkandung disana, yaitu Kejujuran, kepercayaan, ikhlas, positif thinking, kebersamaan, guyub, kesetaraan dan mungkin masih banyak yang lain. Nilai-nilai yang tertanam disana, tanpa kita sadari telah berproses dalam diri kita dalam hal ini sebagai pembeli yang merupakan salah satu bagian dari “unit sistem” yang tercipta disana. Hal ini sama terjadi dalam diri aktor yang terkait disana, seperti penjual, pembeli, pelayan.
usaha sampingan
Kita bisa aja melakukan hal seperti ini: datang, ambil makanan, pesen minuman, ambil gorengan, duduk makan, slesai trus langsung pergi. Atau datang, ambil gorengan 10, pesen minuman dan bayar dengan bilang ambil gorengan 5. Tapi itu semua tidak kita lakukan. Begitu halnya dengan penjual, mereka tidak memikirkan lagi kamu mau ambil gorengan berapa, ambil “sego kucing” berapa, kamu duduk dimana, dan lain-lain. Mereka hanya menghitung apa yang kamu ambil dan meminta bayaran dari apa yang sudah kamu sebutkan. Semua nilai berproses di dalam sana, kejujuran, ikhlas, rasa kepercayaan, guyub, kebersamaan, kesetaraan, dan positif thingking. Tempat-tempat seperti inilah yang bagus sebagai alat treatment menumbuhkan kembali nilai-nilai positif yang ada pada diri.
 peluang usaha rumahan
Keberadaan nilai-nilai seperti ini bisa dikatakan sangat kuat, tapi juga sangat rapuh, gampang sekali dirusak. Nilai-nilai ini memang sangat terkait kuat dengan kebudayaan yang sudah ada di masyarakat, dalam hal ini masyarakat Jogja.


sms    08587981155
bbm        527eefcc...

2 komentar:

Unknown mengatakan...

ponhin beli ceret yg stainlees piye ki carané

Ahmad ALi mengatakan...

Cara pesan ceret tersebut gimana ya gan?